Visual Art, edisi bulan Mei-Juni 2012
(KEMBALI) EKSOTIKA BALl(?)
Tidak banyak hal yang baru saat kita melihat karya-karya JP Haure tentang Bali. Sosok perempuan berkamen lengkap dengan bunga di sanggul kembali muncul di atas kanvas-kanvasnya. Lelehan cat yang dibalurkan sedemikian rupa menampakkan kesan nostalgia akan eksotika tersebut.
Terlebih lagi saat kanvas-kanvas tersebut dibingkai dengan eloknya pahatan pepatran pada bingkai yang dilapisi emas (gilding). Teknik pembingkaiannya pun tak kalah rumit, dengan sistem penggabungan klasik ala Eropa. Karya-karya sang seniman memang sepertinya sengaja melontarkan pemirsanya untuk bernostalgia kepada perpaduan eksotika klasik Barat dan juga Timur. lnilah yang ditemui saat memasuki ruang pamer Mon Decor Gallery di Jakarta Art District. Pameran Rhapsody for the Otherness ini pun sebelumnya ditampilkan di One East Asia, Singapura.
Nostalgia. Sepertinya memang inilah yang muncul di banyak benak para wisatawan tentang Pulau Dewata itu. Bali yang penuh dengan keindahan, magis dan juga nuansa eksotis dan artistik. JP Haure bukanlah orang pertama yang menampilkan hal ini dalam karyanya tapi saya kira juga bukan orang yang terakhir. Sementara di lain sisi, realitas kehidupan masyarakat Bali bisa jadi tak seeksotis perspektif "pendatang’’ ataupun "penikmat’’. Dari permasalahan lingkungan yang dihadapi dengan menggunungnya sampah sisa banten setiap kali upacara ataupun ritual-ritual diadakan sampai permasalahan urban yang jamak dihadapi oleh kota-kota besar lainnya seperti kemacetan dan akhir-akhir ini juga banjir. Realitas sosial ini lenyap di kanvas JP Haure. Sebuah nostalgia.
Untuk beberapa hal, eksotika tersebut memang disadari dan "dipelihara" oleh masyarakat Bali karena memang dari sisi inilah, roda ekonomi pulau tersbut bergerak (baca=pariwisata). Dan kesan inilah yang paling mudah ditangkap oleh orang-orang yang menikmati Bali seperti halnya sang seniman yang telah bermukim di Bali sejak tahun 1990. Sebuah perspektif yang saya kira sah sah saja untuk ada. Tapi Bali menyimpan segudang konteks yang kiranya tidak berhenti di satu ruang pamer saja.
Vidhyasuri Utami