Mengikuti tradisi konstruksi perkayuan dari Eropa.
Konstruksi meubel dan ukiran.
Walaupun J-Philippe telah mendapatkan ilmu seni perkayuan dari Ecole Boulle di Paris, dia lebih cenderung memakai motif ukiran yang bernuansa Bali (pepatran) dalam ornamen figura lukisannya. Alamlah yang dijadikan sumber inspirasi semua motif tersebut, antara lain motif ’Patra Samblung’, ’Patra Sari’ dan motif kreasi khusus yang diciptakan oleh Bapak Gusti Dartha, pengukir dari desa Lebih, kabupaten Gianyar. Ciptaan model figura khas ini, termasuk teknik penyambungan, gambar keseluruhan, perakitan dan setelan, yaitu keseluruhan pekejaan seorang ahli permeubelan dikerjakan oleh J-Philippe sendiri, sebagaimana mustinya seorang alumni dari Ecolle Boulle, Paris, yang menerapkan kembali teknik-teknik lama yang andal. Setiap figura merupakan suatu keasi tersendiri. Keseluruhan pekerjaannya, termasuk gambar teknik dan gambar motif, ukiran, perakitan dan penyetelan, finishing dan ’Prada Gede’, membutuhkan waktu tidak kurang dari satu sentengah bulan perkerjaan yang sabar dan teliti.
’Prada Gede’ adalah istilah dalam bahasa Bali yang dipakai menyebut teknik finishing dengan lapisan lembaran mas asli. Teknik tersebut telah dikenal sejak lama, baik oleh tradisi Eropa maupun tradisi Asia. Semua figura buatan J-Philippe dilapisi mas dengan memakai teknik ’Prada Gede’ tersebut. Tahap-tahap teknik ini adalah sebagai berikut:
- -Permukaan kayu diamplas secara teliti dan menyeluruh, dengan tujuan mendapatkan permukaan kayu yang halus dan bebas cacat.
- -Beberapa lapisan ’gesso’ dioleskan pada permukanan kayu demi menutupi semua pori-pori serat kayu agar mendapatkan permukaan yang mulus.
- -Lem sintetik dioleskan pada permukaan ’gesso’ untuk memberi perekat pada tahap penempelan lembaran mas selanjutnya.
- -Sebelum proses pengerigan lem syntetik tersebut berakhir, lembaran-lembaran emas diletakkan dengan sangat teliti pada permukan ukiran dengan memakai sebuah kuas, sampai sudut-sudut yang sulit tercapai dapat tertutup juga.
- -Setelah proses pengerigan selama beberapa hari selesai, keseluruhan figura divernis dengan pelapis pengaman yang menlindungi permukan mas. Pada zaman dulu, suatu proses ’brunissage’ bisa diterapkan agar mendapatkan kekilatan yang lebih pada bagian-bagian tertentu pemukaan mas.
Jean Couteau, traduit de l’anglais par Jean-Philippe